Jumaat, 10 Mei 2013

Rekomendasi Poligami


:: Para Pemikir Barat Merekomendasikan Poligami ::
(1/2)
Tidak dinyana, di tengah-tengah gencarnya aksi protes dan hujatan terhadap poligami, para pemikir western setelah melakukan penelitian dan berangkat dari pengalaman hidupnya, turut merekomendasikan poligami.
Phillip Killbride, seorang Profesor Antropologi pada Bryn Mawr College Pennsylvania menulis sebuah buku yang berisi studi tentang poligami yang berjudul ”Plural Marriage for Our Times – Reinvented Options” (Westport, Connecticut: Bergin and Garvey: 1994). Ia melakukan sebuah studi mendalam tentang poligami dan dipaparkannya dalam seribuan halaman bukunya ini dimana Professor Killbride menunjukkan beserta bukti dan contoh-contohnya bahwa poligami di zaman ini memiliki benefit (keuntungan) yang positif.
Audrey Chapman, seorang family therapist and relationship expert (ahli terapi masalah keluarga dan hubungan), menulis buku “Man Sharing : Dilemma or Choice” (New York: William Morrow and Co.: 1986) yang menunjukkan perbandingan baik buruknya poligami, yang akhirnya dia menunjukkan bahwa poligami adalah opsi terbaik di dalam menanggulangi masalah-masalah percintaan, keluarga dan moralitas.
Seorang aktivis pembela hak-hak wanita dan mantan pengacara, Adriana Blake, menulis buku ”Women Can Win The Marriage Lottery : Share Your Man With Another Wife – The Case For Plural Marriage” (Orange County University Press, 1996), merekomenasikan bahwa poligami adalah opsi terbaik di dalam meninggalkan kelajangan dan memperoleh hak-hak hidup yang legal dan terhormat di saat penipuan, kejahatan seksual dan degradasi moral terjadi.
Annie Besant, seorang pemikir dan ahli teologi terkenal, yang namanya tidak asing bagi kalangan feminis dan liberalis atau pemerhati buku, dimana tidak sedikit karya tulisnya berjejer di rak-rak buku Islami, ia mengatakan :
You Can Find others stating that religion (Islam) is evil, because it sanctions a limited poligamy. But you don’t hear as a rule the criticism which I spoke out one day in a london hall where I knew that the audience was entirely uninstructed. I pointed out to them that monogamy with a blended mass of prostitution was hypocrisy and more degrading than a limited poligamy. Naturally a statement like that gives offence, but it has to be made, because it must be remembered that the law of Islam in relation to women was untill lately, when parts of it has been imitated in England, the most just law as far as women are concerned, to be found in the world. Dealing with property, dealing with rights of succession and so on, dealing with cases of divorce, it was far beyond the law of the West, in the respect that was paid to the rights of women. Those things are forgotten while people are hypnotized by the words monogamy and poligamy and do not look at what lies behind it in the West – the frightful degradation of women who are thrown into the streets when their first potectors, weary of them, no longer give them any assistance… I often think that woman is more free in Islam than in Christianity. Woman is more protected by Islam than by the faith which preaches monogamy. In the Qur’an the law about woman is more and liberal. It is only in the last twenty years that christian England, has recognised the rigt of a woman to property, while Islam has allowed this rigth from all times…”
“Anda dapat menemukan orang-orang lain menyatakan bahwa agama (Islam) ini buruk, karena memperbolehkan poligami yang terbatas. Tapi Anda tidak mendengar lazimnya kecaman yang saya lontarkan pada suatu hari di “London Hall” (Balai Pertemuan London) dimana saya telah mengetahui bahwa para hadirin ketika itu sama sekali tidak terkendali. Aku tunjukkan pada mereka bahwa monogami yang disertai dengan campuran unsur prostitusi di dalamnya adalah suatu kemunafikan dan lebih hina dibandingkan dengan poligami terbatas. Secara alami, pernyataan seperti itu akan mendapatkan penentangan, namun hal ini mau tidak mau harus dinyatakan, karena haruslah diingat bahwa hukum Islam yang berkaitan dengan wanita hingga sampai saat ini, ketika beberapa bagian dari hukum itu ditiru di Inggris, adalah hukum yang paling adil, sejauh mana (hak-hak) wanita (juga) dipedulikan, (yang) dapat ditemukan di dunia, baik yang berkaitan dengan properti (barang/hak milik), berkaitan dengan hak warisan atau selainnya, atau berkaitan dengan perceraian, dan ini semua berada jauh sebelum hukum Barat memberikan respek dan mengatur hak-hak wanita. Semuanya ini dilupakan ketika mereka terhipnotis dengan kata-kata monogami dan poligami dan tidak melihat  apa yang berada di belakangnya di dunia Barat – (ketika) perendahan wanita secara mengerikan yang dibuang di jalanan, dimana pelindung pertama mereka bosan terhadap mereka dan tidak dapat lagi memberikan pertolongan bagi mereka… Saya sering berfikir bahwa wanita lebih bebas di dalam Islam daripada di kristiani. Wanita lebih dilindungi oleh Islam daripada keyakinan yang memuji monogami. Di dalam al-Qur’an, hukum tentang wanita itu lebih adil dan liberal. Hanya baru pada abad dua puluh ini negeri Inggris yang kristiani, mengenal hak-hak wanita tentang properti (kepemilikan) sedangkan Islam memperbolehkan hak (kepemilikan) ini pada semua waktu...” [Annie Besant, The Life and Teachings of Muhammad (Madras:1932), hal. 25-26].
Apa yang dilontarkan oleh Annie Bessant ini adalah pernyataan yang jujur dan obyektif.
Demikian pula apa yang dinyatakan oleh Elizabeth Joseph, seorang pengacara dan jurnalis dari Big Water - Utah, yang memberikan ceramah di National Organization for Women Conference(Konferensi Organisasi Nasional Bagi Wanita) yang berjudul : “Creating Dialogue : Women Talking to Women” pada bulan Mei tahun 1997. ia memberikan pendapat positif tentang poligami. Ia mengatakan bahwa salah satu pahlawan wanitanya, yaitu Dr. Martha Hughes Cannon yang menjadi wanita pertama anggota dewan legislatif pada tahun 1896, bahwa Dr. Martha ini bukan hanya seorang dokter namun ia juga seorang isteri yang dipoligami.
Elizabeth juga berkata :
As a Journalist, I work many unpredictable hours in fast-paced environtments. The news determined my schedule. But am I calling home, asking my husband to please pick up the kids and pop something in the microwave and get them to bed on time just in case I’m really late? Because of my plural marriage arrangement, I don’t have to worry… it’s helpful to think of Polygamy in terms of a free market approach to marriage. Why shouldn’t you or your daughters have the oppurtinity to marry the best man available, regardless of his marital status?
“Sebagai seorang jurnalis, aku seringkali bekerja dalam waktu yang tidak dapat diprediksikan di dunia yang serba cepat ini. Beritalah yang menentukan jadwalku. Tapi, apakah aku pernah menelpon rumah, meminta suamiku untuk menjemput anak-anak dan memasak sesuatu di microwave dan menidurkan mereka pada waktunya, khawatir kalau-kalau aku nanti benar-benar terlambat? Karena rencana perkawinan poligami-ku-lah aku tidak perlu khawatir… sangatlah membantu untuk berfikir tentang poligami dalam bentuk pendekatan pasar bebas di dalam menikah. Kenapa anda atau saudara perempuan anda tidak mencoba menikahi pria terbaik yang pernah ada, tanpa mempedulikan status perkawinannya?”


Tiada ulasan:

Catat Ulasan